Ahli Gizi Indonesia dalam
mendarmabaktikan keahliannya tergabung dalam organisasi profesi Persatuan Ahli
Gizi Indonesia (PERSAGI). PERSAGI, didirikan tanggal 13 January 1957 dengan
nama semula Persatuan Ahli Nutrisionis Indonesia. Kemudian disempurnakan pada
tanggal 19 November 1989 menjadi Persatuan Ahli Gizi Indonesia. PERSAGI menjadi
organisasi profesi yang besar di Indonesia dan mempunyai anggota di setiap
kabupaten.
Ahli Gizi di Indonesia mulai berkiprah sejak tahun 1957
dengan dipelopori oleh dr.Poorwo Soedarmo yang melahirkan slogan "4 sehat
5 sempurna", seiring dengan kebutuhan program pembangunan kesehatan dan
perkembangan ilmu gizi, tenaga gizi dididik pada Akademi Gizi dan bergelar
Bachelor of Science. Pada saat itu lulusan Akademi Gizi disetarakan dengan B.S
dari luar negeri sehingga dapat langsung melanjutkan pendidikan untuk jenjang
yang lebih tinggi seperti mengikuti pendidikan Master diluar negeri (Amerika,
Philippines,Australia, Inggris) Namun pada tahun 1986 Akademi Gizi diubah
programnya menjadi program diploma (D-3), akibat dari perubahan ini maka
lulusan Akademi Gizi tidak mendapatkan kesetaraan pendidikan lagi untuk
melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Menyadari kekurangan tersebut maka organisasi profesi gizi
dalam hal ini PERSAGI, berusaha keras untuk dapat berdiri sejajar dengan
profesi gizi di luar negeri agar para ahli gizi yang tergabung dalam organisasi
profesi gizi dapat ikut berperan aktif dalam era globalisasi dunia.
Kompleksitas masalah gizi menuntut para ahli gizi untuk
selalu mengupdate diri, turut membantu pemerintah memecahkan masalah gizi serta
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat .
MASALAH GIZI DAN PERAN AHLI GIZI
Masalah Gizi sangat berkaitan dengan kualitas sumber daya
manusia dan merupakan faktor penentu keberlangsungan-survival suatu bangsa.
Kualitas ini dapat dicapai melalui keadaan gizi yang baik dan pendidikan yang
baik pula. Sumber daya manusia yang kurang gizi, tidak akan produktif, begitu
pula dengan tingkat pendidikan yang rendah mengakibatkan tidak tersedianya tenaga
kerja berkualitas, terampil dan berpengetahuan. Negara dengan kualitas sumber
daya manusia yang rendah sudah tentu tidak akan mampu bersaing dengan
negara-negara lain.
Salah satu masalah gizi kurang Indonesia ,yaitu Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) estimasi dari beberapa penelitian yang terserak diperoleh
angka 11,4 % studi di Indramayu tahun 1999. Dampak tingginya angka BBLR ini
akan berpengaruh pada tingginya Angka kematian bayi.
Sedangkan masalah gizi kurang lainnya yaitu kurang gizi
makro seperti kurang kalori protein, dan kurang gizi mikro seperti gangguan
akibat kekurangan iodium, anemia kekurangan zat gizi besi serta kekurangan
vitamin A. Seseorang yang menderita kekurangan zat gizi tersebut selain
berdampak pada peningkatan angka kesakitan juga berdampak pada penurunan
kualitas hidup.
Masalah gizi lebih juga merupakan masalah gizi yang sangat
erat kaitannya dengan ketidakseimbangan konsumsi gizi mulai dari lahir sampai
usia berikutnya.
Prevalensi gizi lebih tahun 1997 dengan indikator Index Masa
Tubuh (IMT) lebihh dari 25 adalah 30% pada perempuan umur lebih dari 35 tahun
dan 20% pada laki laki umur lebih dar 40 tahun. Menurut hasil penelitian
tersebut ada kecenderungan peningkatan nilai IMT sesuai dengan meningkatnya
usia.
Semua permasalahan yang sangat kompleks ini memerlukan
pemecahan dan penanggulangan yang bersifat berlandaskan metode ilmiah yang bisa
dipertanggungjawabkan. Untuk itu diperlukan tenaga-tenaga gizi yang
berpendidikan memadai yang mampu mengembangkan ilmu gizi, melalui penelitian-penelitian
dan penerapan hasil temuannya kedalam program-program nyata. Diharapkan dimasa
yang akan datang, permasalahan gizi ini berhasil dipecahkan dengan baik. Adanya
organisasi profesi dapat digunakan sebagai wadah atau sarana untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi gizi, selain itu juga berjaring dengan
organisasi gizi di luar negeri.
SUMBANGAN PROFESI GIZI DALAM MENANGANI MASALAH GIZI
Sesuai dengan AD/ART serta visi dan tujuan organisasi
PERSAGI, ahli gizi sebagai anggota PERSAGI telah memberikan sumbangan pemikiran
dalam menanggulangi masalah gizi di Indonesia. Sumbangan pemikiran anggota
PERSAGI dalam pergizian Indonesia antara lain sebagai berikut:
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Nasional, yang
menghasilkan Kebijakan Penentuan Pangan dan Gizi
Temu Pakar Gizi Nasional, yang menghasilkan :
Standarisasi KMS dan Antropometri
Standarisasi Pedoman Umum Gizi Seimbang
Makanan Pendamping Air Susu Ibu
Kurikulum Pendidikan Tenaga Gizi
Pedoman Makan untuk Kesehatan Jantung
Angka Kecukupan Gizi
Penyusunan Kurikulum Sarjana Gizi
Penyusunan Kurikulum Profesi Gizi
Rancangan Undang Undang Praktek Kegizian
Standart Kompetensi Gizi
Selain itu PERSAGI juga aktif bekerjasama dengan organisasi
profesi lain secara Nasional maupun Internasional. Didalam negeri PERSAGI
bekerja sama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam menyusun pedoman
Tatalaksana Gizi Buruk, program ASI eksklusif, dan membantu melaksanakan Asian
Congress of Pediatric Nutrition di Jakarta.
Bekerja sama dengan organisasi PERGIZI PANGAN terutama
memberi masukan bidang Pangan dan Gizi bagi penentu kebijakan . Beberapa
kegiatan PERSAGI yang bersifat Internasional adalah "Asian Congress on
Nutrition" pada tahun 1983 dan " The First Asian Congress and
Exhibition on Dietetics" tahun 1994 kedua kegiatan tersebut dilaksanakan
di Jakarta.
TANTANGAN PROFESI GIZI DALAM ERA GLOBALISASI
Peran PERSAGI dan tuntutan profesi gizi di era globalisasi
menjadi lebih luas dan berat. Adanya persaingan bebas yang tidak dapat
terbendung menuntut profesionalisme yang kuat, handal, dan tangguh.. Tuntutan
ini memaksa profesi gizi untuk bercermin dan berusaha menyetarakan dengan dunia
Internasional.
Saat ini sudah ada beberapa ahli gizi dari luar negeri yang bekerja di beberapa rumah sakit swasta di Indonesia. Hal seperti ini tentu saja tidak dapat diabaikan. Tuntutan profesionalisme ini dilandasi oleh adanya kesetaraan tingkat pendidikan secara akademis maupun keprofesian.
Salah satu usaha untuk mencapai kesetaraan pendidikan, PERSAGI telah membuat kurikulum sarjana gizi yang telah disepakati oleh oleh beberapa organisasi gizi lainnya seperti PERGIZI PANGAN dan PDGMI (Persatuan Dokter Gizi Medik), saat ini kurikulum tersebut telah digunakan oleh 5 perguruan tinggi di Indonesia ( Universitas Gajah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Brawidjaya, Universitas Hasanudin, Universitas Indonusa esa Unggul).
Kompleksitas masalah gizi juga menuntut profesionalisme yang tinggi tentu saja didukung oleh pengetahuan, ketrampilan bahkan sikap profesional yang kuat. Bagi seorang ahli gizi harus dapat menyumbangkan ilmunya dalam mengatasi masalah gizi ganda yang saat ini dihadapi di Indonesia dimana dalam saat bersamaan masalah gizi kurang belum dapat teratasi dengan baik, di lain pihak masalah gizi lebih mulai meningkat dan cukup mengkhawatirkan.
Era globalisasi juga membawa dampak pada derasnya komunikasi dan informasi masuk ke Indonesia dan kita tidak mampu membendungnya, beberapa teknologi yang berkaitan dengan gizi ikut pula menyertainya. Untuk itu para ahli gizi secara profesional juga harus selalu berusaha menapis ilmu pengetahuan dan teknologi dan melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk kemudian di kembangkan dan diterapkan di Indonesia.
Saat ini sudah ada beberapa ahli gizi dari luar negeri yang bekerja di beberapa rumah sakit swasta di Indonesia. Hal seperti ini tentu saja tidak dapat diabaikan. Tuntutan profesionalisme ini dilandasi oleh adanya kesetaraan tingkat pendidikan secara akademis maupun keprofesian.
Salah satu usaha untuk mencapai kesetaraan pendidikan, PERSAGI telah membuat kurikulum sarjana gizi yang telah disepakati oleh oleh beberapa organisasi gizi lainnya seperti PERGIZI PANGAN dan PDGMI (Persatuan Dokter Gizi Medik), saat ini kurikulum tersebut telah digunakan oleh 5 perguruan tinggi di Indonesia ( Universitas Gajah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Brawidjaya, Universitas Hasanudin, Universitas Indonusa esa Unggul).
Kompleksitas masalah gizi juga menuntut profesionalisme yang tinggi tentu saja didukung oleh pengetahuan, ketrampilan bahkan sikap profesional yang kuat. Bagi seorang ahli gizi harus dapat menyumbangkan ilmunya dalam mengatasi masalah gizi ganda yang saat ini dihadapi di Indonesia dimana dalam saat bersamaan masalah gizi kurang belum dapat teratasi dengan baik, di lain pihak masalah gizi lebih mulai meningkat dan cukup mengkhawatirkan.
Era globalisasi juga membawa dampak pada derasnya komunikasi dan informasi masuk ke Indonesia dan kita tidak mampu membendungnya, beberapa teknologi yang berkaitan dengan gizi ikut pula menyertainya. Untuk itu para ahli gizi secara profesional juga harus selalu berusaha menapis ilmu pengetahuan dan teknologi dan melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk kemudian di kembangkan dan diterapkan di Indonesia.
Mengacu kepada American Dietetic Association, profesi gizi di Amerika mempunyai ruang lingkup kerja. UPAYA PENGEMBANGAN PROFESI GIZI Dalam menghadapi permasalahan gizi dan tantangan era globalisasi dunia PERSAGI melakukan upaya strategis seperti :
Membuat Rancangan Undang Undang Praktek kegizian
Mempersiapkan kurikulum pendidikan profesi gizi
Mempersiapkan Registrasi Dietisien
Mempersiapkan Sertifikasi
Mempersiapkan Lisensi
Saat ini Persatuan Ahli Gizi Indonesia bersama-sama dengan
universitas-universitas terkemuka di Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi
Institusi Pendidikan Gizi Indonesia, bekerjasama erat dalam menata pendidikan
dan pengembangan kurikulum profesi gizi. Bagi para sarjana gizi yang akan
praktek, diharapkan menempuh program pendidikan profesi gizi terlebih dahulu.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kompetensi tenaga gizi dan mengantisipasi
era globalisasi yang sudah dipelupuk mata serta merupakan keadaan yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi.
Mengacu lepada American Dietetic Association (ADA) profesi
gizi di Amerika mempunyai ruang lingkup verja di bidang Industri makanan,
Promosi Kesehatan dan Pencegahan Penyakit, Sistem Penyelenggaraan Makanan,
Kewirausahaan, Pendidikan dan Terapi Gizi dengan kemampuan berkomunikasi dan
berkolaborasi untuk memberikan pelayanan gizi lepada perorangan, kelompok dan
masyarakat.
Semua upaya tersebut diatas perla segera direalisasikan agar
pengembangan profesi terarah dengan landasan yang kuat, serta adanya
perlindungan masyarakat dengan demikian kualitas pelayanan gizi meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar